Jakarta, TriCitra Media – Para tokoh agama yang tergabung dalam Forum Indonesia Damai berjumpa dalam acara halal bihalal yang diselenggarakan di aula Keuskupan Katedral Jakarta Pusat, pada Hari Sabtu tanggal 4 Mei 2024. Kyai Marsudi Syuhud dari Majelis Ulama Indonesia, sebagai tokoh Islam yang hadir, memaparkan asal muasal istilah Halal Bihalal yang muncul di masa pemerintahan Presiden Soekarno. Halal Bihalal yang merupakan tradisi yang hanya ditemukan di Indonesia ini, dimulai saat kondisi Indonesia yang saat itu sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Kyai Marsudi mengisahkan, saat itu Presiden Soekarno memanggil Kyai Wahab Abdullah yang meminta saran tentang bagaimana menyatukan berbagai pandangan dan kelompok di bangsa ini agar tetap menyatu.
Kyai Wahab mencetuskan istilah halal halalan yang diambil dari akar budaya bangsa yang suka kumpul. Maka di tahun 1948 dikumpulkanlah beberapa pemimpin masyarakat saat itu di Istana Presiden, Jakarta. Peristiwa itu pun tercatat sebagai halal bihalal pertama yang terjadi di Indonesia. Intinya, peristiwa itu sebagai momentum dalam menyatukan berbagai pendapat. Selain Kyai Marsudi Syuhud tampak hadir Sohibul Hajat, Pemimpin Spiritual Nusantara Sri Eko Sriyanto Galgendu, Romo Antonius Suyadi, dari Komisi HAAK KAJ, Pendeta Gomar Gultom Ketua Umum PGI, Budi S. Tanuwibowo, Ketua Matakin, Engkus Ruswana Ketua MLKI, Wisnu Bawa Tenaya PH. PHDI, Drs.Piandi Ketua Permabudhi, Azisoko FPID, dan Kardinal Ignatius Suharyo sebagai tuan rumah.
Tradisi kumpul dengan istilah Halal Bihalal ini kemudian berlanjut menjadi organisasi seperti MUI yang mewadahi 87 organisasi, namun bisa menyatu sekalipun ada perbedaan. Karena sewaktu kumpul inilah segala persoalan dibicarakan bersama, malah dengan halal halalan baik organisasi, umat dan individu menjadi plong. Menariknya, lanjut Kyai Marsudi, budaya kumpul inilah sekalipun negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam tetap rukun dan ini dikagumi banyak bangsa. Menutup sambutannya Kyai Marsudi sebagai umat Islam jika ada kekurangan mohon dimaafkan. Tentang budaya Kumpul ini Engkus Ruswana dari MLKI juga menegaskan bahwa budaya kumpul itulah yang menjadi tradisi bangsa, sehingga semua persoalan bisa diselesaikan. Orang kita bisa menerima budaya apa saja termasuk agama yang berkembang, karena semua yang masuk di negeri ini diharmonikan.
Leave a Reply