Jakarta, TriCitra Media – Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, Pendeta Gomar Gultom, mengatakan, bahwa tugas para akademisi, tokoh-tokoh agama, dan tokoh-tokoh budaya adalah menyuarakan nilai-nilai etis agar dilakukan. “Dan tugas itu harus dilakukan apa pun resikonya,” begitu ungkap Pdt. Gomar Gultom saat menerima rombongan dari Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia, pada hari selasa tanggal 20 Februari 2024 yang lalu, di lantai dua, Gedung Grha Oikumene, Salemba, Jakarta.
Dan menurutnya, tidak selalu suara yang menyuarakan nilai etis itu didengarkan orang banyak. “Kadang-kadang malah seperti berseru di padang belantara,” ungkapnya lirih. “Tapi itu harus dilakukan!” seru Pdt. Gomar melanjutkan. Seraya mengingatkan bahwa salah satu kepala negara adalah menjaga nilai etis. Terlebih lagi di Indonesia yang presidennya bukan hanya seorang kepala negara, tapi juga kepala pemerintahan.
Dan ketika seorang kepala pemerintahan yang juga kepala negara tidak mendengarkan suara nilai etis, “nah itu lonceng bahaya,” ujar Pdt. Gomar mengingatkan. Ungkapan ini merujuk pada peristiwa Gerakan Nurani Bangsa atau yang menyuarakan untuk menjaga marwah nilai etis kepada Presiden dan para calon presiden, beberapa hari sebelum pemungutan suara berlangsung. GNB adalah kelompok yang terdiri dari para tokoh-tokoh agama, budaya, dan para akademisi. Pdt. Gomar pun meyakini bahwa Presiden Joko Widodo mendengarkan seruan dari GNB saat itu.
Pdt. Gomar pun mengatakan pada waktunya presiden harus merespon secara positif terhadap suara-suara nilai etis dari tokoh-tokoh agama, budaya, dan para akademisi. “Sebab kalau tidak, negara ini akan runtuh,” kembali Pdt. Gomar mengingatkan. Terlebih bila suara-suara itu dibungkam, dengan menyebutnya sebagai partisan. “Saya termasuk yang menyuarakan suara etis, (saya) tidak partisan,” ungkapnya menegaskan.
Dan berkaitan hal itu Pdt. Gomar tidak banyak mengomentari bagi para pemimpin agama, yang pada keseharian mengajarkan etika, namun memberi dukungan pada tokoh yang tidak meletakkan etika pada kepemimpinannya. Seraya hanya mengatakan bahwa setiap orang memiliki kesadaran etikanya sendiri. “Saya hanya bisa memutuskan apa yang saya yakini, berdasarkan nurani hati saya,” demikian ungkapnya. Namun dengan demikian, masih menurutnya, ia tidak dengan serta merta dapat memberi penilaian mengenai hal itu. “Biarlah masing-masing dengan keyakinannya etiknya masing-masing,” ujarnya pada saat itu.
Leave a Reply