Jakarta, TriCitra Media – Saat menjelang Pemilihan Kepala Daerah Serentak atau PILKADA Serentak di Indonesia, Gereja Protestan Indonesia menyampaikan siaran pers terkait PILKADA yang berlangsung pada tanggal 27 November 2024 di 545 daerah, yaitu di 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota yang bersamaan di seluruh wilayah Indonesia. Sebagai momentum demokrasi yang terus dibangun di atas dasar konstitusi negara yang kuat, PILKADA tidak boleh dijadikan sarana untuk memelihara cara politik yang inkonstitusional dan merusak tatanan demokrasi. Demikian pesan awal dari Pesan Pastoral GPI untuk Pilkada Serentak 2024.
Pesan yang dibagikan melalui pesan singkat itu menyatakan bahwa demokrasi yang rusak akan berakibat pada akses layanan kepada masyarakat tidak merata dan tidak adil, sehingga terjadi ketimpangan antar wilayah, di mana ada wilayah yang mendapat akses pembangunan dengan baik dan ada yang kurang mendapat sentuhan pembangunan dengan memadai. Hal ini terjadi karena kemunduran demokrasi (regresi demokrasi) yang diakibatkan oleh praktik korupsi, kolusi dan nepotisme dan permainan kekuasaan secara semena-mena dan tidak bermoral. Menurunnya dukungan bagi demokrasi itu, masih dalam pesan tersebut, akan berakibat langsung pada diskriminasi kelompok yang kian memperparah sendi-sendi Pembangunan masyarakat bangsa. Korupsi atau suap adalah sikap yang merusak dan menyangkal Gambaran Allah atau Imago Dei pada diri manusia dan ciptaan lainnya.
Karena itu, korupsi dalam bentuk praktis politik sebagai upaya mempengaruhi orang lain dengan cara “politik uang” adalah cara yang sangat tidak bermartabat dan dilarang, seperti yang tertuang dalam Kitab Keluaran 23 ayat 8, yang menyatakan : Suap jangan kau terima, sebab suap membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutar balikan perkara orang-orang yang benar. Ini adalah perintah yang sangat tegas. Artinya suap atau korupsi sangat bertentangan dengan Firman Allah, mengabaikan hal ini dan memilih cara suap untuk kepentingan pragmatis politik, itu sama dengan melawan perintah Allah. Artinya kita tidak taat kepada Allah. Ketidaktaatan pada Allah tentu akan berdampak buruk bagi kehidupan spiritualitas orang percaya. Kami menilai bahwa pemilihan umum kepala daerah kali ini berpotensi kuat merusak tatanan demkrasi dengan praktik “politik uang” secara massif. Karena itu, kami ingin menyampaikan pesan kepada warga gereja dan masyarakat sebagai berikut;
1. TOLAK POLTIK UANG. Pragmatisme dengan cara “Politik Uang” dalam PILKADA, adalah cara politik yang buruk dan tidak menghormati masyarakat sebagai pemberi mandat bagi para wakil rakyat. Cara-cara tersebut adalah cara politik yang tidak bermoral dan sangat merusak sendi demokrasi bangsa. Praktik politik uang atau suap adalah hal yang sangat dibenci oleh Allah. Karena itu politik uang harus dihindari. Dampaknya akan merusak tatanan sosial dan Pembangunan masyarakat secara meluas. Kita harus tegas mengatakan “TOLAK POLITIK UANG”.
2. Pilihlah pemimpin yang tidak memberi suap, tetapi haruslah pemimpin yang memiliki moral politik dan peduli pada kepentingan pelayanan masyarakat serta dibuktikan melalu rekam jejak atau track record yang baik untuk membangun masyarakat dan memahami cara melayani masyarakat secara baik.
3. Pilihlah pemimpin yang memiliki visi, misi dan kemampuan secara meyakinkan untuk menerjemahkan visi dan misinya dalam bentuk kebijakan public yang tepat sasaran dan inklusif bagi semua masyarakat tanpa terkecuali.
Akhirnya Pesan Pastoral GPI untuk PILKADA SERENTAK 2024 itu menutup dengan ungkapan harapan agar pesan yang disampaikan ini sampaikan bisa menjadi rujukan etis dan moral bagi seluruh warga jemaat yang bernaung sebagai Anggota GPI yang ada di 12 Sinode Gereja Mandiri, untuk menentukan pilihan politiknya bagi masa depan pembangunan daerahnya masing-masing bagi negara dan bangsa Indonesia. Pesan Pastoral yang diedarkan itu juga mendorong semua warga jemaatnya untuk menggunakan hak pilih dengan mendatangi TPS nya masing-masing pada 27 November 2024, dengan terlebih dahulu berdoa sebelum menentukan pilihan.
Leave a Reply