“Dengan penuh sukacita saya menyambut kehadiran Imam Besar Al-Azhar Mesir, Yang Mulia Prof Dr Sheikh Ahmed el-Tayyeb, di Indonesia,” begitu ujar Pendeta Gomar Gultom, Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia. Hal itu disampaikannya pada kesempatan memberi sambutan di Acara Interfaith Pengurus Besar Nahdlathul Ulama, menyambut kunjungan Imam Besar Al-Azhar Sheikh Ahmed-Tayyeb.
Bagi Pdt Gomar, kunjungan Sheikh Ahmed-Tayyeb juga sebagai kehormatan bagi gereja-gereja di Indonesia. Di tengah dunia yang makin tercabik-cabik oleh berbagai konflik dan peperangan dan oleh peradaban yang mengedepankan kuasa dan harta akibat kerakusan, menurut Pdt Gomar perdamaian dan kemanusiaan sering sekedar slogan. “Karena ternyata berbagai tatanan ekonomi dan politik global terbukti tidak mampu mengatasi berbagai kontestasi dalam berbagai lapangan hidup,” begitu kata Pdt Gomar pada acara yang berlangsung di Hotel Pullman Jakarta, hari Rabu tanggal 10 Juli 2024 itu. Pdt Gomar mengatakan bahwa yang lemah, miskin dan tak mampu bersuara, terutama perempuan dan anak-anak, dari waktu ke waktu semakin terpinggirkan.
Agama-agama yang seharusnya hadir untuk memanusiakan manusia ternyata sering bias oleh kepentingan sesaat. “Bahkan acap terjebak menjadi kendaraan bagi kepentingan ekonomi atau politik tertentu,” ungkapnya di acara yang dihadiri Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Agama, dan Katua Umum PBNU, KH. Yahya Cholil Staquf. Kondisi itu , masih menurut Pdt Gomar, peran transformatif agama-agama yang seharusnya menyejarahkan, tinggal menjadi retorika, “Karena hanya mengedepankan simbol-simbol agama,” begitu tambahnya. Di tengah keadaan ini, seraya mengakui bahwa dunia sangat tertolong dengan komunike bersama antara Sheikh Ahmed el-Tayyeb, dan Bapa Sri Paus Fransiskus di Adu Dhabi.
Komunike tentang Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama. Komunike yang dikenal dengan Dokumen Abu Dhabi itu, masih kata Pdt Gomar, menukik pada substansi hidup bersama sebagai umat manusia, yakni persaudaraan kemanusiaan, yang melewati batas-batas agama, suku bangsa, ras dan pilihan politik. “Dan karenanya sangat relevan dengan masyarakat dunia saat ini,” begitu ungkapnya tentang Dokumen Abu Dhabi. Dokumen Abu Dhabi sangat menohok masyarakat dunia, yang cenderung beragama secara artifisial. Segala simbol-simbol agama dikedepankan, tetapi substansi hidup beragama diabaikan, yakni persaudaraan kemanusiaan. Pdt Gomar menyatakan bahwa Imam Besar Sheikh Ahmed el-Tayyeb telah memotivasi semua orang untuk mengedepankan perdamaian dunia dan hidup bersama.
“Dan ini tentu akan menguatkan kehidupan berbangsa dan bernegara di tengah masyarakat majemuk seperti kami,”begitu ungkap Pdt Gomar. Indonesia yang beragam, menurut Pdt Gomar, masih terus membangun hidup bersama atas dasar kemanusiaan dan persaudaraan. Indonesia beruntung karena hidup dengan dasar ideologi Pancasila, sebagai kesepakatan para pendiri bangsa. “yang diikat oleh semangat Bhinneka Tungal Ika: meski berbeda-beda tetapi tetap satu adanya,” tambahnya dalam kata sambutannya. Indonesia juga beruntung karena memiliki saudara-saudara muslim, sebagai penduduk terbesar di Indonesia, yang mengedepankan Islam sebagai “Rahmatan lil Alamin”, yang dalam syiar keagamaannya selalu bergandengan tangan dengan agama-agama lain.
Menurut Pdt Gomar, bukan hal yang berlebihan bila Islam Indonesia adalah Islam yang adaptif dengan perubahan jaman, koeksistensi dalam keberagaman, menjunjung HAM dan demokrasi, “Bisa menjadi sumbangan bagi peradaban dunia kini dan di masa depan,” ujar Pdt Gomar. Dengan semangat itu, melalui dialog dan kerjasama masyarakat agama bisa bersama mengembang kan kehidupan beragama yang menukik kepada nilai-nilai substansial dari agama masing-masing, “Dan tidak terjebak pada simbol-simbol maupun formalisme beragama,” tambah Pdt Gomar. Kami senantiasa mengajak umat untuk beragama secara substansial agar mudah mempertemukan para penganut agama apa pun, karena hakekatnya setiap agama ada dan hadir untuk mewartakan nilai-nilai yang sama yakni persaudaraan, perdamaian dan hidup bersama dengan rukun.
Ungkapan dalam Dokumen Abu Dhabi yang menyebutkan “Tuhan tidak perlu dibela”,menurut Pdt Gomar, sudah sangat lama tertanam dalam sanubari kami, karena sekitar 25 tahun lalu, Presiden keempat Indonesia, dan juga mantan Ketua Umum PBNU, Abdurrachman Wahid atau Gus Dur pernah mengungkapkan, bahwa Tuhan itu tidak perlu dibela, karena Tuhan itu serba maha. Pdt Gomar juga mengungkapkan, pengganti membela agama dan Tuhan, seharusnya adalah membela yang lemah dan tersingkirkan, “Karena dengan merekalah Tuhan mempersonifikasikan diriNya,” ungkap Pdt Gomar merujuk pada Injil Matius ayat 25:40. Pdt Gomar pun berharap kehadiran Imam Besar Al-Azhar Mesir Sheikh Ahmed el-Tayyeb, ditambah rencana kehadiran Bapa Suci, Sri Paus Fransiskus di bulan September 2024, akan semakin memperkokoh komitmen masyarakat dan bangsa Indonesia, untuk ikut membangun peradaban dunia yang damai, “Dan menata hidup bersama yang lebih adil dan rukun,” ungkap Pdt Gomar menutup kata sambutannya.
Leave a Reply